Heru Iswanto, S.E.,S.Pd.,S.H.,M.M
Bullying di sekolah telah menjadi permasalahan serius yang berdampak negatif pada perkembangan mental dan emosional peserta didik. Tindakan perundungan ini dapat menyebabkan gangguan psikologis, penurunan prestasi akademik, hingga trauma berkepanjangan. Meskipun berbagai regulasi telah diterapkan, masih terdapat kelemahan dalam peraturan hukum yang mengatur aspek bullying di lingkungan pendidikan. Kasus bullying sering kali tidak mendapat perhatian yang cukup, sehingga menyebabkan banyak korban merasa tidak mendapatkan keadilan. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat tentang dampak jangka panjang bullying juga menjadi hambatan dalam penyelesaian masalah ini. Oleh karena itu, penting untuk meninjau kembali regulasi yang ada dan mengidentifikasi kelemahannya. Artikel ini akan membahas aspek hukum terkait bullying serta menyoroti kelemahan dalam implementasi regulasi yang ada.
Bullying merupakan tindakan agresif yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan menyakiti atau mengintimidasi korban. Bentuk bullying dapat berupa kekerasan fisik, seperti pemukulan, penendangan, atau perusakan barang milik korban. Selain itu, bullying juga dapat berbentuk verbal melalui penghinaan, ejekan, atau ancaman yang merendahkan martabat seseorang. Bullying sosial juga kerap terjadi dalam bentuk pengucilan, penyebaran rumor, atau manipulasi sosial yang merugikan korban. Dalam era digital, cyberbullying semakin marak terjadi melalui media sosial atau platform digital, di mana pelaku dapat menyebarkan fitnah atau melakukan pelecehan secara online. Tindakan ini dapat merusak reputasi dan kesehatan mental korban secara signifikan. Dengan semakin beragamnya bentuk bullying, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam agar tindakan ini dapat dicegah dan ditangani secara efektif.
Di Indonesia, beberapa undang-undang telah mengatur tindakan perundungan, namun implementasinya masih lemah. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, misalnya, melarang setiap bentuk kekerasan terhadap anak, namun sanksinya sering kali tidak diterapkan secara tegas. Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan harus berlangsung dalam suasana aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan, namun kenyataan di lapangan masih jauh dari ideal. Cyberbullying juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), namun banyak kasus yang sulit dibuktikan karena sifat anonimitas di dunia maya. Selain itu, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan memberikan pedoman bagi sekolah dalam menangani kasus kekerasan, namun implementasinya masih belum maksimal. Lemahnya penegakan hukum ini membuat pelaku bullying sering kali tidak mendapat sanksi yang setimpal, sehingga tindakan perundungan terus berlanjut tanpa adanya efek jera.
Kelemahan Regulasi Hukum terkait Bullying di Sekolah
Meskipun terdapat berbagai regulasi, masih banyak kelemahan dalam implementasi hukum terkait bullying di sekolah. Salah satu kelemahan utama adalah kurangnya pengawasan dalam penerapan kebijakan anti-bullying di sekolah, sehingga banyak kasus yang tidak ditangani secara serius. Selain itu, sanksi yang diberikan kepada pelaku sering kali bersifat administratif atau sekadar teguran, yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku maupun perlindungan yang cukup bagi korban. Minimnya sosialisasi dan edukasi tentang hukum bullying juga menyebabkan banyak pihak, termasuk guru, orang tua, dan siswa sendiri, tidak memahami hak dan kewajiban mereka dalam menghadapi kasus perundungan. Di samping itu, banyak korban yang enggan melaporkan kejadian yang mereka alami karena takut akan dampak sosial atau balas dendam dari pelaku. Kurangnya fasilitas pendukung, seperti layanan konseling yang memadai di sekolah, juga memperparah kondisi ini. Dengan adanya kelemahan-kelemahan ini, bullying tetap menjadi masalah yang sulit diberantas, meskipun telah ada regulasi yang mengaturnya.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap bullying di sekolah, beberapa langkah harus dilakukan. Pertama, perlu adanya revisi undang-undang yang lebih spesifik mengenai bullying di sekolah, termasuk pengaturan sanksi yang lebih tegas dan jelas bagi pelaku. Kedua, setiap sekolah harus memiliki kebijakan anti-bullying yang lebih efektif, dengan mekanisme pelaporan yang aman dan mudah diakses oleh siswa. Selain itu, peningkatan edukasi dan kesadaran tentang bullying harus menjadi prioritas, baik melalui kurikulum sekolah maupun kampanye sosial yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Pemerintah juga harus memastikan adanya dukungan psikologis yang memadai bagi korban bullying, dengan menyediakan layanan konseling di setiap sekolah. Selain itu, pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi harus lebih diperketat agar kebijakan anti-bullying dapat diterapkan dengan efektif. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan bullying dapat diminimalisir dan sekolah dapat menjadi lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh siswa.
Bullying di sekolah merupakan permasalahan serius yang harus ditangani dengan tegas melalui regulasi yang lebih kuat dan implementasi yang lebih efektif. Meskipun telah ada berbagai undang-undang yang mengatur tindakan perundungan, kelemahan dalam penegakan hukum masih menjadi hambatan utama dalam memberantas bullying. Kurangnya pengawasan, sanksi yang lemah, serta minimnya edukasi dan perlindungan bagi korban membuat bullying terus berlanjut. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang lebih serius dalam memperbaiki regulasi dan meningkatkan kesadaran hukum di lingkungan pendidikan. Dengan penegakan hukum yang lebih tegas dan dukungan yang lebih kuat bagi korban, diharapkan bullying di sekolah dapat berkurang secara signifikan. Sekolah, pemerintah, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan dan memastikan setiap anak dapat belajar dengan rasa aman dan nyaman.
Daftar Pustaka
- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 80.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
- Santoso, Budi. (2023). Pendidikan dan Perlindungan Anak di Indonesia. Jakarta: Pustaka Edukasi.
- Jamil, Abdul. (2022). Hukum dan Hak Anak dalam Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Course Details:
Course Price:
$1500
Instructor
Zac Livingston
Lesson Duration
12 Weeks
Lessons
45
Places for Students
12
Language:
English, Spanish, French
Certifications
Digital, Physical